Monday, 24 October 2022

JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN

 

Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 3.1

Model 9 Gaya Round Robin

Pada modul 3.1 ini saya mempelajari tentang pengambilan keputusan sebagai pemimpin. Saya mulai dari diri, ekplorasi konsep, ruang kolaborasi, demonstrasi kontekstual, elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi dan aksi nyata.

Setelah mempelajari modul ini, saya menguasai tentang empat paradigma dilema etika. Keempatnya yaitu: 1. Individu lawan kelompok (individual vs community) 2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) 3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).

Saya juga menguasai tentang 3 prinsip pengambilan keputusan. Ketiga prinsip itu adalah 1. berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) 2. berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) 3. berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking).

Saya dapat menguasai materi tersebut karena saya dari awal pembelajaran sangat antusias dan tertarik pada materi ini meskipun saya banyak menghayal sebagai pemimpin pembelajaran/kepala sekolah dalam menjawab beberapa pertanyaan. Kemudian kasus dilema etika dan bujukan moral itu sendiri sering dan nyata ada di sekolah. Hampir setiap hari saya dihadapkan pada kasus – kasus dilema etika terutama dikelas. Oleh karenanya dengan mempelajari modul ini saya semakin paham pada jenis kasus dilema etika atau bujukan moral. Saya mengerti bagaimana mengidentifikasi kasus dilema etika. Ditambah lagi pada kegiatan ruang kolaborasi dalam kelompok, kami menyepakati bahwa kasus yang saya alami untuk dianalisis dan itu menarik sehingga saya bisa menentukan pengambilan keputusan yang tepat. Saya juga semakin paham ketika adanya penguatan dari fasilitator dan instruktur pada elaboasi pemahaman.

Hal yang belum saya kuasai setelah mempelajari modul ini adalah 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Hal itu karena saya perlu mengkaji dan menelah sebaik – baiknya dalam mengambil keputusan. Bgaian yang sulit itu adalah mengambil keputusan yang bijaksana, nilai kebajikan universal, bertanggung jawab dan berpihak pada murid. Tentu tidak mudah menentukan keputusan dilema etika namun apapun itu sebagai pemimpin pembelajaran saya harus tetap mengambil keputusan meskipun banyak tantangan yang dihadapi.

Saya perlu belajar melatih keterampilan mengambil keputusan pada kasus dilema etika. Selanjutnya saya ingin mengajak rekan sejawat untuk mensosialisasikan terkait 9 langkah pengujian pengambilan keputusan sehingga semua warga sekolah mendapatkan pengetahuan terkait 9 langkah pengujian pengambilan keputusan dan bersama-sama menerapkan dalam keseharian.

Melalui alur MERDEKA yang di design dengan baik sehingga sejauh ini tidak ada yang menjadikan kebingungan. Semuanya cukup jelas. Ada keterkaitan antara setiap aktivitas pembelajaran yang dilakukan dan saling menguatkan satu sama lain sehingga menambahkan pemahaman dan pedalaman materi modul pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Semangat memberikan perubahan terhadap ekosistem pendidikan yang berpihak kepada peserta didik.

Sunday, 23 October 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN

 


Assalamualaikum Warahmatullah Wabarokaatuh

Salam Guru Penggerak

Salam dan Bahagia

Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Trilokanya yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. KHD berpandangan bahwa seorang pendidik hendaknya menjadi suri tauladan dan contoh bagi murid – muridnya, menjadi pengayom atas keamanan dan kenyamanan murid nya dan menuntun segala kodrat alam dan zamannya untuk mencapai kebahagiaannya sebagai individu maupun masyarakat. Sebagai pemimpin pembelajaran tentu ini semakin menguatkan jati diri seorang pendidik untuk meletakkan kepentingan murid sebagai yang utama seiring dengan filosofi pendidikan dari Ki Hajar Dewantara dalam setiap pemgambilan keputusan.

Sebagai seorang pendidik maka penting memiliki nilai – nilai yang tertanam secara positif didalam dirinya. Nilai – nilai itu adalah bepihak pada murid, mandiri, kolaboratif, inovatif, dan reflektif. Keberpihakan pada murid ketika mengambilan keputusan menjadi prinsip – prinsip yang harus dipegang teguh karena dapat berpengaruh bagi mereka baik pada kasus benar lawan benar (dilema etika) atau benar lawan salah (bujukan moral). Setelah melakukan pengambilan keputusan kita perlu merefleksinya sehingga kedepannya dapat meghasilkan keputusan yang bertanggung jawab dan bijaksana.

Coaching merupakan keterampilan penting dalam menggali potensi diri seseorang dalam menyesaikan masalah yang terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Dengan menggunakan alur TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching melalui alur TIRTA berkaitan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang diputuskan.

Pendamping individu, praktik bersama rekan sejawat dan fasilitator telah membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.

TIRTA adalah satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.

  • Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
  • Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
  • Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.
  • Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

TIRTA akronim dari (T: Tujuan, I: Identifikasi, R: Rencana aksi, TA: Tanggung jawab)

Ketika seorang guru dapat mengelola dan menyadasari aspek sosial emosinalnya dengan baik, maka ketika ia akan mengambil keputusan ia akan musyawarah dengan seluruh warga sekolah. Ia akan menggunakan KSE dengan baik dalam mengambil keputusan sehingga tidak mengedepankan kepentingan pribadi.

Study kasus dilema etika, pada dasarnya semua keputusan yang diambil dapat dibenarkan secara moral. Akan tetapi perlu memperhatikan prinsi-prinsip dalam pengambilan suatu keputusan. Kita harus berfikir hasil akhir dari keputusan kita yang sesuai dengan prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end-based thinking), kita juga harus melihat peraturan yang mendasari keputusan yang kita ambil (berpikir berbasis peraturan-rule based thinking) serta kita perlu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman sesuai dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking).

Ketika seorang pendidik dihadapkan pada kasus-kasus yang berfokus terhadap masalah moral dan etika, baik secara sadar atau pun tidak sadar akan terpengaruh nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dianutnya akan mempengaruhi dirinya dalam mengambil sebuah keputusan. Jika nilai-nilai yang dianutnya nilai-nilai positif maka keputusan yang diambil akan tepat, benar dan dapat dipertanggung jawabkan dan begitupun sebaliknya jika nilai-nilai yang dianutnya tidak sesuai dengan kaidah moral, agama dan norma maka keputusan yang diambilnya maka hanya akan benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan kebanyakan pihak. Kita tahu bahwa Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Nilai-nilai tersebut akan mendorong guru untuk menentukan keputusan masalah moral atau etika yang tepat sasaran, benar dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan banyak orang terutama murid.

Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Ini merupakan kondisi ideal yangkita inginkan. Untuk melakukan perubahan, diperlukan suatu pendekatan. Dalam hal ini, kita menggunakan pendekatan Inkuiri Apresiatif melalui tahapan BAGJA (buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan Alur dan Atur ekseskusi) untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Pengambilan keputusan yang tepat tekait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat diselesaikan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan melalui 9 langkah tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat, sehingga akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Hal ini karena tidak adanya konflik berkepanjangan setelah keputusan diambil. Ekosistem sekolah pun tetap aman dan nyaman tanpa gejolak yang berarti akibat keputusan yang diambil. Semua pihak yang terlibat akan menerima hasil keputusan dengan hati terbuka dan menyetujuinya.

Tantangan yang saya hadapi dalam pengambilan keputusan adalah belum semua guru memahami paradigma, prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujiaanya sehingga pengambilan keputusan terkadang lebih mementingkan kelompok minoritas atau pribadi.

Dalam proses pengajaran yang memerdekakan murid pengambian keputusan memiliki pengaruh yang luar biasa. Sebagai contoh dapat terlihat dari pengambilan keputusan terkait diferensiasi konten yang akan dilaksanakan. Keputusan dalam menentukan bentuk-bentuk diferensiasi yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran. Selain itu juga terkait dengan keputusan untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Semua tergantung kepada keputusan seperti apa yang diambil, apabila keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid dalam hal ini tentang metode yang digunakan oleh guru, media dan sistem penilaian yang dilakukan yang sudah sesuai dengan kebutuhan murid, maka hal ini akan dapat memerdekakan murid dalam belajar dan pada akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran ketika hendak mengambil keputusan sebaiknya mempertimbangkan dengan baik. Utamakan kepentingan masa depan murid. Sebagai contoh ketika ada seorang murid yang jarang masuk sekolah dan telah berada di kelas paling tinggi atau menjelang kelulusan kemudian ingin mengeluarkan murid tersebut maka perlu menggunakan 9 langkah pengujian pengambilan keputusanebagai individu kita tidak pernah tahu akan menjadi apa murid-murid kita kelak. Kita juga tidak pernah tahu menjadi seperti apa murid-murid kita. Jika saat ini kita mengambil keputusan salah, bisa jadi akan menghambat langkahnya mencapai cita-cita murid. Atau juga bisa jadi dengan mengambil keputusan tepat, maka ke depannya kita akan memberikan hasilnya. Bisa saja murid berubah menjadi lebih baik berkat keputusan yang kita ambil.

Kesimpulan akhir yang dapat saya tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul – modul sebelumnya bahwa sebagai guru kita harus menerapkan Pratap Triloka dengan optimal dalam menuntun tumbuh kembangnya kodrat murid. Dalam menuntun tentu saya sering dihadapkan pada pengambilan keputusan maka keputusan yang akan diambil hendaknya kembali lagi pada keberpihakkan kepada murid. Dengan memiliki nilai- nilai dan peran sebagai guru semoga dapat membuat saya semakin bijaksana. Dalam mewujudkan mimpi kita perlu melakukan melalui tahapan BAGJA sehingga keputusannya tepat sasaran. Secara sadar penuh (mindfullness) sebelum mengambil keputusan.

Pada situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup dll.

Ada 2 jenis dilema

  1. Dilema etika berkonsep kepada sesuatu yang Benar lawan Benar. Situasi yang terjadi apabila ada 2 nilai kebajikan yang saling bersinggungan, memiliki nilai kebajikan yang sama – sama benar.
  2. Dilema Bujukan Moral berkonsep Benar lawan Salah, yaitu situasi dimana seseorang dihadapkan untuk mengambil keputusan antara Benar atau Salah.

4 paradigma pengambilan keputusan terdiri dari :

  1. Individu lawan kelompok (individual vs community)
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
  3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
  4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

3 prinsip pengambilan keputusan

  1. Berfikir berbasis hasil akhir (end-based thinking), yaitu melakukan demi kebaikan orang banyak.
  2. Berpikir berbasis peraturan (rule-based thinking), yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai pada prinsip dalam diri.
  3. Berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking), yaitu melakukan apa yang kita harapkan orang lain lakukan pada diri kita.

Dari ketiga prinsip pengambilan keputusan ini masing-masing memiliki kelemahan dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Sebagai contoh jika berprinsip Berpikir berbasis hasil akhir dampaknya akan membuat kecewa yang minoritas, namun jika berprinsip Berpikir berbasis peraturan maka akan menimbulkan kekakuan dan tidak ada dinamisasi, begitu juga jika berprinsip berpikir berbasis rasa perduli akan akan membuat keresahan dalam komitmen bersama.

9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yaitu;

  1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini
  4. Pengujian benar atau salah (Uji legal, reguler, intuisi, Publikasi dan Panutan/idola)
  5.  Pengujian Paradigma Benar lawan Benar
  6.  Melakukan Prinsip Resolusi
  7.  Investigasi Opsi Trilema
  8. Buat Keputusan
  9.  Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Menurut pandangan saya, setelah mempelajari modul ini dalam alur MERDEKA baik Mulai Dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontektual sampai ke Elaborasi Pemahaman dengan Instruktur yang sangat luar biasa hebat saya menarik kesimpulan bahwa dari keseluruhan isi modul bermuara akhir kepada 9 langkah pengambilan keputusan ini.

Hal diluar dugaan tentu saja ada, terutama saya baru memahami bahwa menjadi seorang pemimpin itu tidaklah mudah karena pasti akan menghadapi berbagai permasalahan yang menyangkut dilema etika dan bujukan moral.

Selama 12 tahun ini mengabdi, saya tentu sering dihadapkan pada pengambilan keputusan terutama pada kasus yang mengandung dilema etika. Sebagai contoh ketika ada seorang murid yang sudah lama tidak masuk dan sekolah telah mengeluarkannya tiba – tiba anak ini ingin sekolah lagi. Tetapi dari pihak sekolah termasuk saya tidak mengizinkannya karena sebelumnya kami telah memberikan kesempatan berkali - kali namun tak diindahkan. Namun ia hanya mau melanjutkan di sekolah tempat saya bertugas. Kalau tidak diizinkan sekolah lagi dia tidak mau sekolah lagi selamanya. Namun setelah mempelajari modul ini saya menyadari keputusan yang saya ambil tidak tepat dan tidak berpihak kepada murid. Kami termasuk saya telah mengambil keputusan itu tanpa mengikuti langkah-langkah 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Sesal selalu datang terlambat.

Dari  konsep-konsep yang telah saya  pelajari pada modul 3.1, mulai dari dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan maka telah merubah mindset saya dalam mengambil sebuah keputusan yang bijaksana dan berpihak kepada semua orang terutama murid-murid saya disekolah. Sebelumnya keputusan itu saya ambil berdasarkan ego saya, rasa tidak enak saya, dan justifikasi tanpa memahami dan memperhatikan prinsi-prinsip dalam pengambilan suatu keputusan dan tanpa berfikir hasil akhir dari keputusan  yang sesuai dengan prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end based thinking), juga tanpa melihat peraturan yang mendasari keputusan yang yang ambil (berpikir berbasis peraturan-rule based thinking) serta menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman sesuai dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care based thinking).

Berbicara mempelajari modul ini bagi saya sangat penting. Selama proses memahami modul ini juga hati saya berkecamuk dan flashback dengan kejadian – kejadian pernah terjadi terutama dalam pengambilan keputusan. Secara indvidu saya sangat antusias dan bersyukur mendapatkan materi ini, meskipun saya buka kepala sekolah materi ini bisa diterapkan di kelas maupun untuk anak kandung saya. Sebagai seorang pemimpin semoga kedepannya lebih berhati – hati dan lebih bijaksana, mengedepankan kepentingan murid.

Sebuah pengalaman dan pembelajaran yang sangat luar biasa yang saya dapatkan selama perjalanan saya sampai saat ini dalam Pendidikan Guru Penggerak. Banyak sekali hal-hal baru yang saya dapatkan yang dapat menambah wawasan dan pengalaman berharga sebagai bekal dan modal saya sebagai seorang guru, menajdi pemimpin yang adil dan bijaksana serta menjadi bagian dari perubahan Pendidikan di Indonesia.

Dari Modul 1 telah memberi perubahan pola berfikir saya sebagai guru untuk lebih memahami bagaimana menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang guru Abad 21. Modul 2 telah memberi pemahaman bagaimana memahami kompetensi saya sebagai guru dalam merancang perubahan yang akan saya jalankan baik dikelas bersama dengan murid dan dilingkungan sekolah bersama seluruh warga sekolah agar terciptanya iklim Pendidikan yang lebih baik dan memerdekaan anak dan guru. Pada modul 3.1 membuka wawasan saya tentang kepemimpinan dalam tugasnya membuat dan mengambil keputusan yang mengandung nilai-nilai kebajikan universal pada kasus dilema etika dan bujukan moral yang pasti akan dihadapi pada seorang pemimpin.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarokaatuh.

Terimakasih


Monday, 10 October 2022

JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN MODUL 2.3 COACHING

 



MODEL DISCROLL

Model ini diadaptasi dari refleksi yang digunakan pada praktik klinis (Driscoll & Teh, 2001). Model yang dikenal dengan Model “What?” ini pada dasarnya terdiri dari 3 bagian.

What

Pada dwimingguan ini saya telah mempelajari Modul 2.3. Pembelajaran dimulai dari diri yang mana saya diminta untuk merefleksi kegiatan supervisi akademik yang pernah terjadi di sekolah yang biasanya dilakukan oleh kepala sekolah setiap semester 1 kali atau oleh pengawas satuan pendidikan/pengawas mata pelajaran dari Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga kabupaten Bangka. Dalam sesi ini saya menceritakan bagaiman supervisi itu dilakukan. Selanjutnya, saya memasuki kegiatan eksplorasi konsep yang saya pelajari adalah tentang Coaching. Konsep – konsep baru yang saya pahami diantaranya prinsip coaching, kompetensi coaching, video raktik coavhing disemua jenjang pendidikan baik luring maupun daring dan kegiatan supervisi klinis. Pada ruang kolaborasi saya dan teman CGP melalukan praktik coaching secara bergantian dalam peran sebagi Coach dan Coachee. Ini menjadi pengalaman berharga bagi saya. Dengan latihan ini memperkuat pemahaman saya tenang coaching yang selama belum begitu saya kuasai. Pada tahap Demonstrasi Kontekstual, saya melakukan praktik coaching dengan rekan sejawat. Praktik berlangsung secara informal untuk menggali potensi rekan sejawat sebagai coachee dalam menentukan komitmen diri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kegiatan ini sangat seru. Kami bak seorang artis yang melakukan syuting dalam memerankan sebuah scene menjadi coach, coachee dan pengamat. Secara bergantian saya, Lisa dan Sofia bergantian memerankannya. Kegiatan demonstrasi kontekstual ini saya lakukan secara luring sehingga lebih menantang dalam melakukan coaching. Pada tahap akhir, ada sesi elaborasi pemahaman yang semakin menguatkan pemahaman saya terkait praktik coaching. Beberapa di antaranya, yaitu Tut Wuri Handayani mindsetMindset ini menempatkan murid sebagai mitra belajar, mengandung kasih dan persaudaraan, bersifat emansipatif, dan merupakan ruang perjumpaan pribadi. Selain itu juga mendapat wawasan tentang paradigma pendampingan coaching sistem AMONG. Paradigma tersebut meliputi apresiasi, rencana, tulus, dan inkuiri.

So, What

Jujur ketika memasuki modul 2.3 itu saya kurang antusias. Saya merasa coaching sulit saya lakukan. Saya juga merasa saya akan menemukan banyak kendala dll ternyata setelah saya masuk ke sesi eksplorasi konsep midset saya berubah. Ketidakantusiasan saya terpatahkan. Saya merasa coaching adalah jawaban dari pengalaman – pengalaman yang pernah saya lakukan ketika ditugaskan oleh kepala seklah sebagai supervisor. Selama ini ketika saya jadi supervisor saya lebih fokus pada kekurangan. Saya sangat bahagia mempelajari Modul 2.3 ini. Saya merasa tergugah dengan paradigma – paradigma baru dalam menggali potensi seseorang murid saya. Jika selama ini supervisi akademik lebih kearah mencari kelemahan guru yang disupervisi, namun dengan coaching baik supervisor maupun guru yang disupervisi merasakan kesetaraan, fokus dalam memberdayakan potensi coachee. Sejalan dengan pemikiran KHD bagaimana seorang guru perlu meuntun tumbuh kembangnya kekuatan kodrat alam siswa tentu dalam menggalinya coaching menjadi cara yang bisa dilakukan.

Now What

Coaching tentu merupakan hal yang sangat baru bagi saya. Selama ini saya lebih sering mengenal mentoring, training, dan konseling.  Melakukan hal baru membutuhkan kekuatan dan kemampuan. Tidak terkecuali praktik coaching dalam komunitas sekolah. Hal baru adalah terkait penerapan coaching sebagai mindset dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya coaching sudah dilakukan, sehingga dengan perubahan mindset dapat menjadikan coaching sebagai pembiasaan. Pelaksanaan coaching dalam komunitas di sekolah tentu tidak bisa sendiri. Sebagai kegiatan yang kolaboratif, praktik coaching membutuhkan dukungan dari banyak pihak terutama sebgai coachee. Bagaiman saya dapat membuat rekan sejawat atau murid untuk coaching. Bentuk dukungan yang saya harapkan adalah adanya masukan terhadap praktik coaching yang saya lakukan. Selain itu, dukungan berupa komitmen dari rekan sejawat untuk terus terlibat dalam kegiatan coaching. Baik itu sebagai coachee maupun coach. Ini merupakan dukungan utama agar praktik coaching menjadi budaya positif dalam komunitas di sekolah. Dukungan dari pihak sekolah juga sangat dibutuhkan dalam bentuk izin menyelenggarakan coaching maupun penguatan terhadap komunitas yang ada. Selain itu, dukungan dari orang tua berupa peran aktif memberikan laporan terkait permasalahan anaknya selama belajar di rumah.

Rencana terdekat adalah lebih sering praktik melakukan coaching secara nyata baik dengan rekan sejawat maupun murid. Sedangkan hal baik yang bisa saya bagi kepada rekan sejawat di sekolah adalah bahwa praktik coaching ini sangat membantu guru dan murid dalam menyelesaikan masalah oleh dirinya sendiri berdasarkan potensi yang dimiliki. Selain itu, dengan adanya jadwal berbagi dalam komunitas praktisi akan membuat praktik coaching ini sebagai budaya positif di sekolah.

 


Logo SMP Muhammadiyah Sungailiat

 Logo Terbaru SMP Muhammadiyah Sungailiat