Thursday, 25 August 2022

Koneksi Antar Materi Modul 1.4.a.8 Budaya Positif



Assalamualaikum Warrahmatullah Wabarokaatuh.

Budaya positif merupakan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang berkarakter, unggul dan mandiri.

Dalam menciptakannya guru penggerak tidak dapat berdiri sendiri. Diperlukan adanya kerjasama dengan seluruh stakeholder yang ada baik dari dalam maupun dari luar sekolah seperti Yayasan/Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Kepala Sekolah, rekan guru, komite, murid dan orang tua yang dapat mendukung pelaksanaan budaya positif. Penerapan budaya positif pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah sangat erat kaitannya dengan nilai – nilai kebajikan. Sebagai contoh  penerapan budaya positif ‘berpakaian’ akan menanamkan keseragaman dan tanggung jawab. Melalui pembiasaan itu murid dapat memakai baju sesuai jadwal yang ditentukan untuk keseragaman dan kesenjangan sosial.

Modul 1.1, 1.2, 1.3 dan 1.4 memiliki hubungan erat dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Budaya positif dilaksanakan sesuai dengan tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara yaitu menuntun segala kodrat alam yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Menuntun tumbuh kembangnya atau hidupnya sesuai kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Oleh karena Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah tempat bersemainya benih-benih kebudayaan. 

Seorang guru layaknya seorang petani dalam menuntun murid untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi sesuai kodrat alamnya. Tujuan budaya positif yakni agar menjadi murid yang berprofil pelajar Pancasila (beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan berkebinekaan global). Dalam menyusun program budaya positif juga diperlukan kolaborasi dengan murid sperti penerapan kesepakatan kelas, keyakinan kelas, dan segitiga rstitusi. Murid diajak membuat suatu kesepakatan yang berpihak pada murid. Seorang guru penggerak  harus memiliki nilai dan peran guru penggerak dalam melaksanakan budaya positif di sekolah. Antara lain: mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid.

Budaya positif juga bagian dari visi guru penggerak. Budaya positif dapat mewujudkan visi guru penggerak yang kedepannya akan menjadi visi sekolah impian. Yaitu "Mewujudkan Murid yang Berkarakter dan Unggul melalui merdeka belajar". Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan adanya kolaborasi kekuatan positif yang ada baik dari dalam maupun dari luar sekolah. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA) dengan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali impian, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi). Inkuiri Apresiatif adalah suatu pendekatan berbasis kekuatan positif yang dimiliki sekolah dan saling menguatkan untuk mewujudkan visi tersebut.

Dari sinilah, peran guru penggerak sangat penting sebagai penggerak kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah seperti ;

👉Menjadi teladan bagi murid dan guru lain.

👉Menjalin kolaborasi dengan rekan guru lain dan seluruh warga sekolah dalam melaksanakan       budaya positif

👉Menggerakkan komunitas praktisi yang ada di sekolah

👉Menjadi coach bagi guru lain serta mampu menjadi pemimpin dalam pembelajaran yang             berpihak pada murid

Guru penggerak dapat menumbuhkan budaya positif di kelas menjadi budaya positif di sekolah dan menjadi visi di sekolah. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara:

1. Mulai dari diri sendiri dalam menumbuhkan budaya positif di kelas dan keteladan yang dapat      dicontoh oleh seluruh warga sekolah.

2. Mensosialisasikan budaya positif kepada Kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan dan      murid.

3. Kolaborasi dengan pihak terkait.

4. Lakukan perubahan secara konsisten, sabar, dan positive thinking terhadap penolakan gagasan dan pelanggaran.

5. Mefleksi setiap tindakan yang dilakukan.

Dalam menerapkan budaya positif seorang guru tidak perlu meyakiti siswa dengan hukuman. Ketika murid mengalami masalah kita sebaiknya mengambil posisi kontrol manager dengan menerapkan segitiga restitusi agar siswa dapat menyakini nilai kebajikan yang diyakini, memberikan kesempatan siswa mencari solusi yang dihadapinya.

Ini menjadi pengalaman baru saya. Pengalaman belajar modul 1.4 ini merubah paradigma saya dalam menangani masalah yang terjadi di sekolah. Selama ini saya masih berada pada posisi penghukum dan pemantau. Mari bergerak menuju guru yang lebih baik.

Selama mempelajari Modul 1.1 sampai 1.4 saya sangat antusias dan bersemangat. Mulai modul 1.1 yang membuat saya akhirnya sering melakukan ice breaking, belajar diluar kelas, belajar sambal bermain permainan daerah yang ternyata banyak siswa belum permainan tradisional ini. Modul 1.2 menguatkan nilai dan peran saya sebagai guru. Modul 1.3 bagaimana saya merancang visi dan Modul 1.4 merupakan modul dengan materi yang luar biasa. Materi yang menjawab segala tanyaku cara mengatasi kasus siswa di sekolahku. Saya juga ingin tahu akan ada hal baru apa lagi nanti,

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarokaatuh

Salam Guru Penggerak

Salam dan Bahagia


4 comments:

Logo SMP Muhammadiyah Sungailiat

 Logo Terbaru SMP Muhammadiyah Sungailiat